Zakat Penghasilan, Apakah Ada ?

Zakat penghasilan - Sahabat pencinta zakat, kali ini admin akan berbagi informasi yang penting untuk anda ketahui yaitu tentang zakat penghasilan, apakah ada zakat tersebut ? Judul diatas mungkin terdengar agak aneh untuk anda, karena kebanyakan masyarakat saat ini menganggap zakat penghasilan ini ada, padahal belum tentu seperti itu sebelum kita benar-benar mengetahui seperti apa Rosul berbicara atau mencontoh mengenai zakat penghasilan ini. bukankah dalam ibadah kita ingin mengikuti contoh yang benar dari Rosul ?
Oleh karena itu disini admin akan mencoba memaparkan bagaimana sikap Rosululloh SAW mengenai zakat penghasilan ini (Zakat penghasilan didalam pembahasan ini tidak termasuk perdagangan, karena perdagangan memiliki aturan sendiri dan sudah jelas wajib zakat.). Apakah benar Rosululloh memerintahkan kita untuk berzakat dari penghasilan kita ? Atau bagaimana ? Silahkan simak selengkapnya hingga akhir artikel. Kesimpulan anda mungkin akan berbeda dari admin sendiri, tapi cobalah untuk berpikir secara objektif memilih pendapat yang menurut anda sendiri paling benar dan kuat.

Zakat Penghasilan

Sahabat pencinta zakat, ada dua pendapat mengenai zakat penghasilan ini, ada yang berpendapat bahwa zakat penghasilan ini wajib dan sesuai dengan contoh Rosul SAW dengan mengunakan qiyas, ada juga yang berpendapat bahwa penghasilan kita bukan wajib dizakati, tetapi wajib infaq.
Jika melihat kedua pendapat itu, sebenarnya kedua-duanya juga sependapat bahwa penghasilan kita baik itu dari profesi ataupun jasa wajib untuk dikeluarkan sebagian, yang membedakan hanya istilahnya saja. Tapi sekali lagi, dalam hal ibadah, kita harus benar-benar mencontoh Rosululloh SAW sehingga ibadah kita benar seperti apa yang dicontohkan Rosululloh.
Bagaimana sebenarnya alasan-alasan kedua pendapat itu sehingga mereka mendapat kesimpulan sendiri-sendiri ? Simak selengkapnya dari mulai alasan-alasan para ulama, hingga kesimpulannya.

A. Alasan-Alasan Ulama Yang Berpendapat Penghasilan Wajib Zakat

  1. Alloh SWT menjelaskan didalam harta kekayaan ada kewajiban tertentu yang dinamakan zakat atau shodaqoh, sebagaimana firmannya:

    "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu." (Q.S. Al-Ma'arij: 24)
    "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka dan Alloh maha mendengar lagi maha mengetahui." (Q.S. At-Taubah: 103)
    "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Alloh) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkannya daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Alloh maha kaya lagi maha terpuji." (Q.S. Al-Baqoroh: 267)

    Ketiga ayat tersebut tidak membedakan antara satu kekayaan dengan kekayaan lain, satu harta dengan harta lainnya. Maknanya umum mencakup semua harta hasil usaha, baik barang, harta hasil jasa, dan profesi, sewaan, kontrakan, hibah, hadiah, warisan, wasiat, dan sebagainya.
  2. Terdapat hadits yang mewajibkannya, yaitu riwayat berikut ini:

    "Barang siapa menghasilkan suatu harta, tidak ada zakat atasnya sebelum jatuh tempo haul (perhitungan satu tahun penuh hijriyah)" (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah, Baihaqi) Hadits ini dinyatakan shohih oleh Al-Albani, dan beliau mengatakan,"Shahih sanad, mauquf tetapi dengan hukum marfu'

    Semua harta penghasilan, baik dari menyewakan, mengontrakkan, meminjamkan, termasuk upah, wajib dikeluarkan zakatnya dengan memberlakukan haul. Harta penghasilan apapun disebut harta mustafad.
  3. Arti zakat adalah na-numuw atau an-nama-u yang artinya berkembang, maka setiap yang berkembang atau bertambah, terkena dengan kewajiban dikeluarkan zakatnya. Dan pada usaha jasa serta profesi telah terjadi perkembangan dan pertambahan harta.
  4. Hikmah disyari'atkan zakat itu adalah pembersihan dan penyucian bagi pemilik harta itu sendiri, di samping adanya perhatian keada para mustahiq zakat, khususnya fakir miskin yang sangat membutuhkan. Jadi alangkah baiknya dikeluarkan melalui saluran zakat.
  5. Zakat bukan merupakan inabah mahdhah, melainkan muamalah atau ibadah sosial, sehingga pengatuarannya dapat sesuai dengan kebutuhan atau rasa keadilan. Oleh karena itu pada prakteknya dapat dilakukan peng-qiyas-an pada zakat-zakat lainnya atau pada muamalah-muamalah lainnya. Hal ini mengacu kepada al-hajah (kebutuhan), atau maslahatul umah (kemaslahatan umat), atau rasa keadilan.
  6. Rasa keadlian, yaitu sungguh sangat mengganggu rasa keadilan apabila konsultan, dokter, dosen, mentri, anggota DPR, dan lain lain yang penghasilannya relative besar tidak terkena dengan kewajiban zakat, tetapi para pedagang, petani, peternak, dan lain-lain terkena kewajiban zakat padahal laba bersih mereka banyak yang tidak terlalu besar, terutama pengusaha usaha dagang menengah ke bawah.
Demikian alasan-alasan pendapat ulama pertama yang menyatakan wajibnya zakat pada penghasilan dari profesi dan juga usaha jasa.

B. Alasan-alasan Ulama Yang Berpendapat Penghasilan Wajib Infaq, Bukan Zakat (sebuah jawaban)

  1.  Tentang firman-firman Alloh SWT yang dijadikan alasan pertama golongan ulama yang mewajibkan adanya zakat penghasilan dari profesi dan usaha jasa (lihat diatas, Q.S. Al-Ma'arij:24, Q.S. At-Taubah:103, Q.S. Al-Baqoroh:267)

    Ayat ayat diatas tidak dapat berlaku secara umum (semua kekayaan atau jenis harta), karena tentang zakat sudah menggunakan ayat-ayat atau hadits khusus yang menjelaskannya. Sama halnya seperti sholat, ayat-ayat tentang sholat itu mujmal atau umum belum jelas, dan baru dapat dilaksanakan dengan tepat dan benar setelah menempatkan Nabi SAW sebagai mubayyinul quran (penjelas Al-Quran). Jadi, harus diperhatikan tentang bayan dari Rosululloh SAW. Karena beliau adalah mubayyinul quran. Firman Alloh SWT. Lafazh infah, shodaqoh, atau harta-harta itu bentuknya masih mujmal, sehingga memerlukan bayan (penjelasan secara rinci), dan yang berhak memberi bayan hanya Nabi SAW. Ini sesuai dengan firman Alloh SWT yang artinya:

    "Dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.S. An-Nahl: 44)

    Diantaranya ketika seseorang bertanya kepada Rosul SAW tentang zakat, beliau menyebutkan dan menerangkan tentang harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kita dapati dalam hadits-hadits bahwa Nabi SAW telah menentukan harta kekayaan yang wajib zakat, akan tetapi tidak memasukkan usaha jasa dan profesi ke dalam kewajiban zakat. Dengan demikian tidak ada kewajiban zakat dari hasil profesi dan jasa tersebut.
  2. Sedangkan hikmah dan 'Illat al-hukm yang disebutkan diatas yaitu an-numuw atau an-nama-u (berkembang), bukanlah merupakan dalil illat hukum yang dapat dijadikan hujjah untuk mewajibkannya, terbukti banyak yang memiliki sifat an-numuw/an-mana-u (berkembang) tidak ada zakatnya.
    Sebagai contoh beternak kuda, tidak termasuk binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya walaupun bisa berkembang dan dapat bertambah. Bahkan sebaliknya uang simpanan yang telah nishab walaupun tidak berkembang, bila telah mencapai haul, wajib dikeluarkan zakatnya, demikian pula perhiasan emas dan perak yang sebelum dipakai, wajib terlebih dahulu dikeluarkan zakatnya, ma'adin (barang tambang) tidak berkembang tetapi wajib dikeluarkan zakatnya.
  3. Zakat bukan muamalah yang asalnya serba boleh dan bebas. Zakat adalah ibadah mahdhoh, kedudukannya sama seperti sholat. Terbukti Alloh SWT sering sekali menggandengkan zakat dengan sholat pada ayat-ayat Nya didalam Al-Quran, ayat-ayat yang menggandengkan zakat dengan sholat tanpa pemisahan hukumnya. Anda bisa melihat ayat-ayat tersebut diantaranya pada Q.S. Al-Baqoroh:43, 277. Q.S. Maryam:31, 55. Q.S. At-Taubah:5, 12, 18. Dan masih banyak ayat-ayat lainnya.
    Beberapa hadits tentang zakat yang menyejajarkan kedudukan sholat dengan zakat seperti:

    "Dari Abu Hurairoh R.A, Sesungguhnya seorang arab datang kepada Nabi SAW lalu ia bertanya, "Tunjukkanlah kepadaku kepada amal yang jika aku mengamalkannya aku bisa masuk surga", Rosul SAW menjawab, "Beribadahlah engkau kepada Alloh jangan menyekutukan-Nya sedikitpun, dan engkau dirikan sholat maktubah, dan kau tunaikan zakat mafrudhoh, dan kau laksanakan shaum romadhon." Ia berkata, "Demi Alloh aku tidak akan menambah ini." Dan ketika ia (orang arab) berlalu, Nabi bersabda, "Barang siapa yang ingin melihat seorang ahli surga maka lihatlah orang ini." (H.R. Al-Bukhori, Muslim)

    "Ketika wafat Rosul SAW, dan Abu Bakar (jadi Khalifah), dan sebagian orang arab kufur lagi, maka umar berkata, "Bagaimana kau memerangi orang, padahal Rosul SAW telah berkata, "Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka mengatakan 'Laa Ilaaha Illalloh'. Barang siapa mengatakannya, maka ia terpelihara dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya, sedang hisabnya tanggungan Alloh?" Maka Abu bakar menjawab, "Demi Alloh, aku akan memerangi orang-orang yang memisahkan antara sholat dan zakat, karena sesungguhnya zakat itu hak harta, Demi Alloh jika mereka tidak mau menyerahkan seekor anak kambing yang pernah mereka serahkan kepada Rosul SAW, pasti aku akan memerangi mereka atas penolakannya itu." Umar berkata, "Demi Alloh, hal itu tiada lain kecuali Alloh telah meluaskan hati Abu Bakar r.a dan aku tahu bahwa itu benar." (H.R. Shohih Al-Bukhori).

    Inti dari poin ketiga ini adalah jika kita bersikap terhadap sholat harus berdasarkan dalil yang shohih untuk menyatakan adanya perintah sholat, maka seharusnya seperti itulah sikap terhadap ada dan tidak adanya zakat dari suatu harta.
  4. Zakat merupakan salah satu dari rukun islam, sama halnya dengan shaum, sholat, dan haji. Apa jadinya bila rukun-rukun ini dianggap muamallah, maka akan jadi serba boleh dan bebas sebelum ada dalil yang melarangnya, umpamanya haji dibagi tiga waktu agar tidak menimbulkan mudarat.
    Artinya adalah zakat adalah ibadah mahdhoh seperti sholat dan shaum yang memerlukan dalil tentang cara-cara dan ketentuannya.
  5. Upah dari jasa atau profesi telah ada pada masa Nabi SAW.
    Ternyata ujrah atau upah dari pekerjaan kasar atau keahlian (profesi) juga sudah ada pada masa Rosululloh SAW. Perhatikan hadits berikut:

    "Dari Anas r.a bahwasannya ia ditanya mengenai upah membekam. Ia berkata, "Rosululloh SAW berhijam, dihijam oleh Abu Thaibah dan beliau memberi upahnya dua sha' dari makanan." (H.R. Shahih Al-Bukhori)

    "Ibnu Abas berkata dari Nabi SAW, "Yang paling berhak yang kalian ambil upanya adalah kita Alloh SAW. (H.R. Shahih Al-Bukhori)

    Dan masih banyak riwayat-riwayat yang menerangkan telah adanya pekerja profesional dan tenaga kasar dalam berbagai bidang. Bahkan dalam hal penyerahan upah Nabi SAW memerintahkan:

    "Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya kering". (H.R. Ibnu Majah)

    Itulah bukti bahwa pada zaman Rosululloh sudah ada profesi dan jasa. Akan tetapi Rosululoh SAW ternyata tidak memerintahkan mereka mengeluarkan zakat.
  6. Zakat itu sudah ditentukan mustahiqnya, ukurannya, ada nisab dan haulnya, bahkan pada zakat fitrah ditentukan waktunya. Mustahiq zakat ditentukan khusus oeh syar'i, seperti orang kafir yang miskin tidak boleh diberi zakat meski ia tetangga dan sangat membutuhkan bantuan, tapi 'amilin sekalipun ia seorang yang kaya ia punya hak dan boleh menerima zakat.
    Lalu zakat kelapa, mangga, cengkeh, beras, dsb, bukan atas dasar qiyas, melainkan termasuk "ziro'ah mukhalifan ukuluhu" lihat Q.S. Al-An'am:141.
    Kemudian pembudidayaan ayam, lele, bekicot, burung, buaya, kelinci, dsb jika kemudian dijual terkena kewajiban zakat tijaroh bukan karena qiyas, tetapi dalil naqli yang menyatakan setiap barang yang diperjual belikan terkena dengan kewajiban zakatnya. Jadi tidak dibenarkan melakukan penambahan nisab, haul, prosentase, bahkan mustahiq, pada harta yang tidak diwajibkan dikeluarkan zakatnya. Apalagi menambah jumlah harta yang wajib dizakati.
  7. Mengenai perkataan, "Hikmah disyari'atkan zakat berupa pembersihan dan penyucian bagi pemilik harta dan adanya perhatian kepada para mustahiq zakat, khususnya fakir miskn yang sangat membutuhkan. Jadi alangkah baiknya dikeluarkan melalui saluran zakat."
    Perlu ditegaskan bahwa pembersihan dan penyucian harta harus dilaksanakan dengan kepatuhan dan ketaatan serta pemahaman yang benar terhadap firman-firman Alloh SWT. Serta patuh terhadap sunah-sunah rosul yang menjadi bayanul quran (penjelas al quran). Jadi jika dengan maksud menyucikan dan membersihkan harta dengan cara menzakati harta yang sudah beri kewajiban lain adalah menyalahi Al quran dan as sunah.
  8. Qiyas pada zakat batal. Mengingat jika profesi wajib diambil zakatnya berdasar illat yang juga salah satu makna kata zakat "an-numuw/an-mana-u (harta yang berkembang), ternyata ada barang yang termasuk "yang berkembang" seperti kuda, keledai, dsb tidak terkena kewajiban zakat. Sementara yang tidak termasuk an-numuw/an-nama-u atau an-nami, seperti emas dan perak perhiasan , dan uang simpanan walaupun tidak bertambah bahkan berkurang tetapi bila mencapai nisahb dan haul tetap dikeuarkan zakatnya. Dan tidak ada qiyas dalam ibadah.
  9. Nisah dan haul zakat profesi di qiyaskan kepada zakat lainnya, misalnya mengenai nisab usaha jasa dan perofesi diqiyaskan kepada zakat simpanan, pertanian, atau peternakan. Sementara mengenai adanya haul diqiyaskan kepada zakat simpanan atau peternakan. Jadi jelas sekali qiyas batal karena tidak jelas mana Ashlun, far'un dan Ilahnya.
  10. Mengenai prosentase pun adanya karena dipaksakan untuk dilakukan qiyas, umpamanya ada yang 2/5 persen karena diqiyaskan kepada perdaganyan, ada yang 5 persen karna diqiyaskan kepada zakat pertanian yang pengairannya oleh hujan, dan 10 persen diqiyaskan kepada zakat pertanian yang pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang.
  11. Alasan rasa keadilan.
    Rasa keadilan menurut sekelompok orang tidak dapat dijadikan dasar akan adanya suatu ibadah mahdhoh. Sebab jika rasa keadilan sekelompok orang dijadikan dasar adanya ibadah mahdhoh, apa yang akan dilakukan jika orang merasa tidak adil terhadap sholat subuh hanya dua rokaat padahal biasanya subuh orang-orang tidak terlalu sibuk, sementara sholat dzuhur emapat rokaat padahal umumnya orang sedang sibuk, apalagi ashar, banyak orang yang sedang melakukan tidur siang? Demikian pula romadhon biasanya cuaca sangat panas, mengapa tidak diwajibkan pada bulan lain yang cuacanya lebih bersahabat? Jadi keadilan hakiki itu harus ditentukan dan ditetapkan benarnya oleh Alloh SWT. Seperti bagian waris laki-laki dua bagian dari perempuan. Inilah keadilan Alloh SWT meskipun banyak manusia menolaknya. Demikian pula laki-laki diperbolehkan beristri sampai empat, mengapa perempuan tidak? Maka pertanyaan-pertanyaan ini adalah pertanyaan ketidak patuhan kepada ke Maha tauan Allh SWT dan ke Maha bijaksanaan Alloh SWT.
Itulah alasan-alasan sekaligus jawaban pendapat kedua yang menyatakan profesi tidak wajib zakat, tetapi Infaq.

Kesimpulan

Setelah memperhatikan kedua paparan dan argumen (pendapat) atau dalil-dalil, maka terlihat yang lebih kuat dan benar adalah pendapat yang kedua. yaitu profesi dan usaha jasa tidak terkena kewajiban zakat tetapi terkena kewajiban infaq.

Ayat berikut ini dalilnya (dalil infaq):
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Alloh) sebagian rezeki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dzalim." (Q.S. Al-Baqoroh: 254)

Besaran Infaq

Lalu berapa besaran infaq yang harus dikeluarkan ? Tidak ada besaran yang ditentukan (terserah anda), tetapi jangan terlalu kecil dan jangan pula terlalu besar. Lihat keterangan dibawah.
Pada dasarnya perbedaan zakat dengan infaq adalah:

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S. Al-Furqon: 67)

Ayat ini menunjukkan bahwa kikir itu sifat yang teramat dibenci Alloh SWT tetapi isrof (berlebihan) dalam berinfaq pun tidak dibenarkan-Nya. Oleh karena itu dapat dilihat perbedaan infaq dengan zakat sebagai berikut:
  1. Zakat merupakan kewajiban yang termasuk rukun islam.
  2. Zakat terkandung aturan nisab, haul, dan prosentasi yang jelas.
  3. Zakat ditentukan jenis-jenis barangnya.
  4. Infaq adalah kewajiban pengeluaran sebagian dari harta tanpa ketentuan, prosentase, haul, dan nisab.
Maka dengan keterangan ini, bagi harta-harta penghasilan yang tidak dikenai kewajiban zakat dikenai kewajiban infaq. Karena kewajiban infaq tidak didapatkan keterangan besarannya atau prosentasenya, diserahkan kepada keimanan, jami' zakat,  atau imam yang berkompeten dan memiliki pemahaman yang tepat dapat dijadikan panduan.
Alloh SWT membedakan ketiga urusan dengan nama, kaidah dan ketentuan yang berbeda yaitu: zakat, infaq dan sedekah. Tentu tidak dibenarkan untuk dipaksakan kepada kehendak siapapun atas alasan apapun. Zakat adalah zakat, demikian juga infaq dan sedekah.
Nama atau sebutan tidak akan mengubah hakikat dan hukum, akan tetapi bisa menimbulkan keraguan. Oleh karena itu, biarkan semua berjalan apa adanya, jangan ada pemaksaan, sehingga hukum berjalan diatas rel sebagaimana mestinya.

Note: Baca juga artikel penting lainnya tentang pengertian zakat dan pengertian zakat fitrah.

Sahabat pencinta zakat, alhamdulillah kita sudah sampai pada akhir artikel, dan juga mendapatkan jawabannya. Sekali lagi admin tegaskan bahwa penghasilan gaji profesi ataupun usaha jasa tidak dikenai zakat, tetapi wajib infaq.



Artikel sebelumnya: Zakat Padi dan Ketentuannya (Zakat Tanaman)

1 Response to "Zakat Penghasilan, Apakah Ada ?"